Rabu, 14 Januari 2009

Konsekuensi Kegagalan Mengelola Risiko

Dampak risiko

• Selain kerugian financial secara langsung, ‘risk event’ dapat berakibat terhadap stakeholder bank yang lain yaitu pemegang saham, pegawai dan nasabah seperti halnya perekonomian.
• Dampak langsung → kerugian financial terhadap pemegang saham dan pegawai
• Dampak tidak langsung → terhadap nasabah dan perekonomian

Dampak terhadap pemegang saham

Pemegang saham dapat dipengaruhi oleh:
• Total kerugian dari investasi – bangkrutnya perusahaan
• Penurunan nilai investasi – harga saham dapat turun karena rusaknya reputasi atau penurunan keuntungan
• Kerugian pembagian deviden akibat penurunan laba perusahaan
• Kewajiban terhadap kerugian – pemegang saham mungkin bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi

Dampak terhadap pegawai

Dampak terhadap pegawai antara lain:
• Turuannya disiplin karyawan karena kelalaian atau kesengajaan
• Kerugian pendapatan, contoh: penurunan bonus atau kenaikan gaji
• PHK


Dampak terhadap nasabah

Dampak terhadap nasabah bisa langsung atau tidak langsung dan kemungkinan tidak langsung teridentifikasi. Dampak tersebut bisa berjangka panjang dan memberikan dampak tambahan bagi bank. Karena itu sulit menghitung total kerugian apabila suatu risk event melibatkan nasabah.

Dampak terhadap nasabah bank antara lain:
• Turunnya tingkat layanan nasabah
• Berkurangnya produk yang ditawarkan oleh bank
• Krisis likuiditas
•Perubahan peraturan bank

Risiko Operasional dan Layanan Nasabah

Apabila terjadi suatu ‘operational event’ nasabah dapat terpengaruh secara langsung melalui :
• Kualitas layanan yang kurang / salah
• Terputusnya pelayanan → berhubungan dengan teknologi
• Kurangnya pengamanan terhadap nasabah
• Tidak ada pelayanan sama sekali
Hal tersebut akan mempengaruhi keuntungan bank karena nasabah akan memindahkan bisnisnya ke tempat lain. Hal ini penting apabila risiko operasional menyebabkan problem teknis yang mempengaruhi ribuan nasabah.

Dampak dari suatu ‘operational risk event’ terhadap nasabah selanjutnya dapat menyebabkan kerugian financial lain bagi bank, yaitu:
• Pembayaran kepada nasabah sebagai kompensasi dari dampak tidak langsung
• Biaya litigasi
• Denda dari otoritas sesuai peraturan

Dampak perekonomian dari suatu ‘risk event’

Over lending – suatu fenomena yang bersifat cyclical

Bank yang dalam kondisi ‘over lent’ pada saat booming akan mengalami kondisi ‘under lend’ pada saat resesi karena dampak dari resesi mengurangi modal bank karena bank harus melakukan hapus buku terhadap kredit macet, sehingga tanpa modal baru kemampuan bank dalam menyalurkan kredit akan berkurang. Hal tersebut disebut ‘procyclicality’ effect, yang dapat dilihat jelas pada fenomena ‘asset bubbles’ → pinjaman yang berlebihan selama kondisi booming menyebabkan ekspektasi pendapatan yang tidak realistis dan penilaian asset yang tidak realistis, seperti yang terjadi pada real estate dan pasar saham, diseluruh dunia.

Procyclicality adalah suatu hal yang akan menjadi fokus dari penelitian atas manajemen dan model risiko kredit. Basel II telah dikritik atas potensi meningkatnya ‘procyclicality’ dari pemberian kredit karena hal tersebut menghubungkan hasil dari credit grading models terhadap kebutuhan permodalan suatu bank. Sehingga memburuknya credit grading dari pinjaman akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan modal tanpa memperhatikan apakah kredit macet meningkat atau tidak.


Risiko Pasar dan Likuiditas

Market risk events meningkat sebagai dampak dari meningkatnya perdagangan asset di pasar, dimana perdagangan asset ini bukanlah tanpa masalah. Model matematis yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memahami risiko telah lama digunakan, namun masih terdapat jarak sebelum hasil perhitungan tersebut menjadi indikator yang reliable terhadap tren risiko pasar.

Krisis likuiditas mungkin jarang terjadi pada retail banking, namun sering terjadi pada wholesale market. Wholesale bank yang tidak menghimpun dana masyarakat, menjaminkan assetnya (seperti obligasi pemerintah dan korporasi) untuk mencari dana. Apabila asset ini menjadi tidak likuid (misal : investor tidak mau membelinya atau membeli dengan harga rendah), akan terjadi krisis likuiditas. Untuk menekan dampak krisis likuiditas harus dilakukan:
• Meningkatkan kewaspadaan pengawas bank
• Reaksi cepat dari bank sentral, dan
• Monitoring secara ketat oleh manajemen bank.

Perubahan kondisi pasar merupakan salah satu hal yang menyebabkan dibentuknya Basel II Accord yang lebih sensitive terhadap risiko.

Sarbanes-Oxley (SOX)

Lembaga pengawas bank sering menerapkan peraturan baru untuk meminimalkan suatu masalah terulang kembali. Pengenalan peraturan tersebut dapat berakibat tidak langsung terhadap nasabah, baik melalui biaya implementasi atau perubahan nilai dari bank.

Sebagai contoh adalah diperkenalkannya Sarbanes-Oxley Act di Amerika pada tahun 2002 yang mengharuskan diundangkannya corporate accountability. Peraturan tersebut diperkenalkan setelah adanya skandal akunting akibat bangkrutnya perusahaan seperti Enron dan WorldCom.


International Accounting Standards (IAS)

Pada tahun 2005-2006 IAS akan diperkenalkan terutama pada Uni Eropa. Hal ini mungkin akan mempengaruhi:
• Cara pembukuan sejumlah bank dalam melakukan hedging atas underlying interest rate risk dalam banking book mereka. Terdapat kemungkinan beberapa hedge tidak diperbolehkan untuk tujuan akunting, sehingga mempengaruhi tingkat dan volatilitas dari keuntungan bank.
• Transparansi (disclosure) bank dalam sistim laporan dan akunting, yang diharuskan sesuai Basel II Pillar 3 yaitu Disclosure. Adalah tidak biasa untuk menganggap suatu peraturan akunting baru sebagai suatu risk event. Akan tetapi apabila pengenalan IAS merubah persepsi dari keuntungan bank di masa mendatang, hal tersebut jelas merupakan suatu risk event. Karena itu, dibutuhkan penjelasan kepada stakeholder mengenai dampak yang merugikan tersebut.